Selasa, 14 Juni 2016

Pengaruh Celaan dan Sangsi Moril

 Pengaruh Celaan dan Sangsi Moril


Membimbing anak usia dini membutuhkan metode dan tools tertentu, Salah satunya Alat Peraga Edukasi/ APE.
   Hal pertama yang harus dikatakan, bahwa sangsi jenis ini merupakan salah satu hukuman yang keras. Hanya saja ia tidak berhubungan apapun dengan kegiatan  pembinaan dan pengajaran. Tapi ia dianggap sebagai pantulan dari item-item yang terdapat dalam hukuman fisik. Karena mayoritas hukuman fisik selalu dibarengi dengan sikap kers, baik dari guru ataupun dari murid, yang akhirnya mendorong salah satu dari keduanya, atau bahkan dua-duanya, melontarkan kalimat-kalimat pedas sebagai pernyataan ketidaksukaan. Padahal hal-hal semacam ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan yang ehndak dituju. Karena setiap anak pada tabiatnya ingin diperlakukan sama seperti orang dewasa. Karena kedewasaan adalah tujuan yang hendak digapainya. Inilah yang membuatnya tergesa-gesa menuju perkembangan jiwanya.
                Berikut ini kamu memaparkan beberapa dampak buruk dari celaan:
1.              Bertentangan dengan pernyataan Allah
Andai cercaan boleh dikatakan sebagai sangsi, maka sangsi ini sangat bertentangan dengan pernyatan Allah yang memuliakan anak manusia
“dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak adam.” (Al-Israa’;70)
Pemuliaan yang dimaksudkan dalam ayat ini, mencakup pemuliaan fisik, akal dan psikis. Lalu jika ketiga unsur itu sudah dimuliakan Allah, yang mana lagi bisa dikenakan sangsi dan celaan.
Penulis buku Kaifa Nurabbi Auladana mengatakan, “seorang manusia tidak akan merasa bahagia didunia dan akhirat, kecuali setelah ia telah terbebas dari penderitaan fisik, akal, dan psikis. Ia harus membebaskan fisiknya dari penderitaan dengan cara menjaga kesehatan dan asupan gizi. Menjaga akal dari penderitaan dengan cara belajar. Dan menjaga psikisnya dari penderitaan dengan cara menanamkan rasa percaya diri, tenang, menyisihkan rasa takut, dan membiasakan hobi-hobiyang membangun jati diri, tentunya dengan segala perasaan dan gairah kehidupan.
2.              Bertentangan dengan kaidah penanaman yang baik
Diantara cara melontarkan celaan adalah dengan memberikan nama, julukan, dan sifat-sifat buruk. Misalnya; “hei, singa galak!, “hei, pemalas!!”, “hei, keledai”, dsb.  
Pengarang kitab Kaifa Nurabbi Aulana mengatakan kepada istrinya, “tangan inilah yang berhak untuk memberikan hukuman, yaitu tangan ku dan tanganmu, karena kita berdua telah saling memahami, kau dan aku adalah satu. Kalau tangan kita bergerak untuk memberikan hukuman , pasti dengan hati yang penuh cinta kepada anak-anak kita, dan demi mencapai tujuan yang satu, yaitu kebaikan anak-anak kita. Tangan-tangan yang lain tidak berhak memberikan hukuman kepada anak kita, setinggi apapun kedudukan mereka, apalagi sampai menyakiti mereka dalam proses pendidikan. Ini tidak bermaksud meremehkan mereka, tapi demi tercapainya pendidikan yang harus dilakukan dengan cara yang benar.”

3.              Penerapan hukuman hendaknya diiringi rasa kasih dan cinta
Kasih dan cinta harus dinampakkan secara jelas dalam menampakkan hukuman. Hindari semua jenis amarah yang menyakitkan. Jadikan anak terhukum merasa ridha terhadap hukuman yang ia terima. Jika hukuman tidak meraih tidak meraih tujuan sebenarnya, maka kehormatan hukuman itu akan pudar. Bahkan bisa menimbulkan efek buruk yang memantul kepada sesuatu yang lebih negatIf. Sehingga sikap membangkan dan melanggar menjadi lebih kukuh. Padahal maksud yang diinginkan adalah meluruskan perilaku yang melenceng.
4.              Sangsi diterapkan setelah sebelumnya telah diberi peringatan, ekspetasi hadiah, motivasi, dan hal-hal yang memberikan kepuasan
Hadiah atau ekspetasi imbalan harus didahulukan dari hukuman. Mengapa demikian ?, karena memang hidup itu pada aslinya kenikmatan. Dan hadiah adalah pengayaan yang memberi label baik untuk level kenikmatan yang ada. Adapun kepuasan merupakan aktivasi dan penjelasan dari isi kenikmatan itu. Terkait bahwa semua perkara positif ini memberikan pengaruh yang sangat baik bagi kesehatan jiwa anak.

5.              Bertahap dalam memberikan hukuman
Sebelum hukuman diterapkan, terlebil dahulu diawali dengan nasehat, pencegahan, peringatan dan ancaman. Jika semua ini tidak mempan, hendaknya orang tua mulai memilih jenis hukuman yang tepat dan sesuai dengan tahapannya. Jika belum mempan juga maka pilihlah jenis hukuman berikutnya.
6.              Konsistensi  masyarakat yang berpendidikan terhadap norma dan peraturan
Penghargaan kluarga dan lembaga pendidikan terhadap norma-norma agamadan pendidikan, sangat membantu anak untuk bisa konsisten terhadap norma-norma da peraturan yang ada. Karena penghargaan inilah yang menjadi poros utama dalam bermuhasabah dan memunculkan solusi.
7.              Rela dan menerima hukuman yang diterapkan
Kerelaan terhadap hukuman yang diterapkan akan memberikan pengaruh yang positif. Tanpa itu hukuman hukuman tidak lebih dari suatu tindakan fisik yang menyakitkan. Atau merupakan pelampiasan amarah dari orang yang menghukum. Untuk mendapatkan suatu penerimaan bukanlah hal yang mudah, syarat-syarat harus terpenuhi. Dan hal ini akan mudah dalam lingkungan pembinaan, yang dipenuhi cinta dan kasih sayang, dan motivasi besar untuk mencapai kesuksesan.
Kami menyediakan APE untuk Paud, dapat dilihat di : www.alatperagaedukatifpaud.blogspot.com. atau hubungi: 081335091462, 085649603286, 08175403038





0 komentar:

Posting Komentar

Alamat

jln. Kapasan Kidul V/23, Surabaya

Berita Terbaru

Produk Populer

Advertiser